Koala Kumal-nya si Radit

5:42 AM Unknown 1 Comments

Gue nggak tahu sejak kapan suka sama Raditya Dika. Si Manusia Salmon yang tiap harinya ngebuli diri sendiri (lebih baik ngebuli diri sendiri daripada dibuli orang lain). Si Koala Kumal yang selalu ceritain kisah ektreemnya di dunia percintaan.

Betapa tragisnya hidup si Radit. Di buli sama fans-fansnya, dia fine-fine aja! Termasuk gue! Pertanyaan besar, kenapa gue ngefans sama dia? Bukan karena dia ganteng. Bukan! Sama sekali bukan! Bahkan adek gue bilang, dia memang mirip sama koala saat adek gue liat wujud dia dinovelnya berjudul ‘Koala Kumal’. Gue ngakak habis-habisan.

“Ngapain lo ketawa-ketawa sendiri?” tanya adik gue saat liat lagi ngakak sendirian di depan rumah. Maklum lagi jomblo, jadi gue sendirian aja bareng novelnya Radit sembari menatap awan dan merenung betapa malangnya nasib sang jomblo.

“Lagi baca novelnya Radit,” jawabku cuek.

“Mukanya Radit kek gimana, sih? Penasaran gue. Fansnya banyak, pasti mukanya ganteng.” Dia langsung ngerampas novel bersampul hijau itu.

“Oh... yang ini Raditya Dika?!” katanya sambil ketawa.

“Lho, kok ketawa?”

“Nggak! Gue cuma ketawa aja!” Udah gitu aja percakapan. Dia langsung pergi dan masuk ke dalam rumah. Entah apa sebab dia ketawa liat mukanya Radit. Kalau menurut gue sih, dia lagi M!!

Oh iya. Gue sampe lupa. Alasan gue suka sama Radit itu... ya... karena dia mirip sama mantan gue. Tepat sekali! Dia mirip banget mantan gue kalau lagi makan. Makannya nggak rakus sih, cuma anarkis banget, gue hampir aja dimakan kalau tidak pindah tempat duduk saat itu juga. Kalau jalan juga sok cool banget dan pantatnya miring sedikit. Kalau tidur, mukanya menghadap ke kiri, tangannya ke kanan, mulutnya monyong lima senti, dan kakinya ke atas. Gimana bentuknya ya? Apalagi kalau ngupil. Upilnya sebesar adonan kue. Tinggal dikasih tepung dan sayuran aja, udah hampir jadi ‘jalang kote’. Tapi sayangnya, seumur-umur, gue belum pernah ketemu sama Radit. Pernah sekali, di sebuah acara. Itu pun cuma sepatunya doang yang keliatan.

Ya, semenjak gue baca Koala Kumal-nya Radit. Semua perhatian gue tersita sama cerita dalam novel itu. Gue ngebayangin, gimana jadinya kalau gue jadi Raditya Dika. Yang setiap harinya diwarnai dengan kegalauan, kesendirian, kebisingan. Tapi untung banget, saat itu gue langsung keinget, kalau ternyata masih ada yang lebih tragis kisah cintanya dibanding gue.

Baik. Gue nggak perlu cerita panjang lebar. Ini kisah cinta yang nggak bakal pernah lo bayangin akan terjadi sama cewek anggun dan melankolis kayak gue. Bedalah dengan cerita-cerita serial film india di Antv. Setelah muncul Mahabharata, cerita tentang lima anak pandu yang menikah dengan satu wanita, ada Shakuntala, entah ceritanya kek gimana yang jelas ada kicah percintaannya. Lalu muncul Jodha Akbar, yang awalnya mereka saling benci, dijodohin karena politik, lalu lama-lama jadi cinta. Dulu, gue sering banget ngikutin film ini, tapi karena malas liat si Rukayya yang kadang baik kadang jahat, lama-lama gue jadi berubah baik, berubah jahat juga!

Setelah itu muncul, kalau nggak salah, siapa sih tuh yang manusia kera. Bukan kera sakti. Dewa kera. Ah, lupa namanya. Itu loh... Tepat! Hanoman. Gue nggak pernah ngikutin. Trus muncul lagi, Krisna, dan masih banyak lagi deh (maklum, gue pengamat media). Saat ini gue sedang suka-sukanya nonton Beintehaa, Mahaputra, Surya Putra Karna, Ashoka. Rentetan serial film yang gue tonton sambil tangan gue tak tik tuk keyboard. Jadi, mata gue ke tipi, tangan gue ke laptop. Mantap banget!
   
Aduh! Kok malah bahas film india. Gagal fokus! Baik, kita kembali ke masalah percintaan gue. Nggak penting, sih. Tapi, ini untuk pelajaran juga bagi follower gue di blog, instagram, facebook, twitter, dan line. Bahwa nge-jomblo itu enak lho. Bisa bebas ngapa-ngapain. Nggak gampang patah hati. Tapi sering di PHP-in. Kayak cerita di koala kumal-nya Radit. Kalau mau tahu ceritanya, baca aja sendiri. Nggak punya duit beli? Kasian. Pinjam dong! Gue aja pinjam di perpustakaan.
-___-

Cerita ini hanya fiktif belaka. Kalau ada kesamaan nama, tempat, alamat, mungkin itu hanya perasaan Anda.

1 komentar:

Dr Firdaus MA: Berangkat dari Sebuah Visi, Spirit, dan Pilihan Hidup

10:58 PM Unknown 1 Comments

Dr Firdaus MA
Jika ditanya siapa Tokoh yang paling berpengaruh dalam hidup Firdaus Muhammad, jawabannya “Ibu dan guru”. Berangkat dari sebuah visi, spirit, dan pilihan hidup, ia akhirnya telah menepati janjinya kepada sang Bunda untuk bersekolah sampai selesai.

Tahun 1999 Firdaus telah menjadi sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN, sekarang UIN Alauddin) Alauddin Ujung Pandang, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Ia melanjutkan kuliah S2 di IAIN Raden Intan Lampung dan meraih gelar doktornya pada tahun 2008. Pada saat itulah ia aktif menulis di dua media (lampung pos dan harian radar lampung) pada tahun 2001 sampai 2009.

Berbicara soal politik bagi Firdaus yang juga merupakan seorang pengamat politik dan dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Alauddin ini, menjadikan politik sebagai lahan dakwahnya.

“Berbicara politik itu bagi saya adalah dakwah. Saya melihat dakwah kita tidak cukup untuk berada di mimbar saja, tapi politik juga bisa menjadi sumber-sumber kebaikan. Karena di politik banyak sekali kemungkaran-kemungkaran dan kejahatan-kejahatan politik. Nah, makanya kita harus memperbaiki di ranah itu,” kata pria kelahiran Wajo, 20 Februari 1976 ini.

Melihat kondisi politik mahasiswa di kampus UIN Alauddin Makassar ini, Firdaus berpendapat bahwa pimpinan harus memediasi dan membimbing mahasiswa agar bisa menyelesaikan masalah poltik kampus.

“Yang pertama adalah faktor mahasiswa itu sendiri, yakni kejujuran dan kedewasaan berpolitik. Dan yang kedua adalah intervensi dari pimpinan untuk memediasi. Mahasiswa tidak bisa dibiarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari pimpinan,” tuturnya.

Kecintaannya pada dunia politik dan berdakwah, melatarbelakanginya untuk selalu memproduksi sebuah tulisan. Sampai saat ini, tulisannya rutin setiap hari bisa ditemui pada dua sampai tiga media. Ia pernah mengisi kolom perspektif di Rakyat Sulsel dan Tribun Timur setiap harinya serta mengisi acara pada media televisi empat kali sehari.

Baginya, menulis sudah merupakan bagian dari hidupnya. “Menulis adalah pilihan hidup bagi saya. Saya sangat terobsesi untuk terus menulis, tapi bukan untuk mengejar popularitas.”

Ingin mengabadikan nama untuk dikenang dan bukan untuk dikenal yang merupakan prinsip hidupnya itu telah mengumpulkan sebanyak sepuluh judul buku. 
“Saya ingin mengabadikan nama dalam karya-karya. Mertua saya yang meninggal setahun yang lalu pernah mengatakan, ‘Firdaus, kau menulis. Karena menulis adalah pekerjaan ulama’.” kata Firdaus menirukan ucapan ayah mertuanya.
Firdaus sejak kecil ditempa pada kondisi prihatin. Perjuangannya selama menempuh pendidikan dan merantau dari kota ke kota patut dijadikan inspirasi.

Selain kesibukannya melakukan pengamatan-pengamatan politik, dia yang pernah menjadi dosen tetap di Universitas Raden Intan Lampung ini, juga sedang membina Pesantren An-Nadlah Makassar. Kesuksesan yang diraihnya sampai saat ini tak lepas dari pesan dan nasehat orang tua yang digenggamnya selama bertahun-tahun.

“Sejak tamat Tsanawiyah, Ibu saya meninggal. Beliau tidak pernah mewariskan apa-apa. Namun, beliau pernah mengatakan ‘saya akan terus menyekolahkan kamu sampai saya meninggal’, begitu kata Ibu saya,” kenangnya.

Sebuah perkataan yang saat itu hanya merupakan angin lalu baginya, tapi semenjak kepergian sang Bunda, kalimat itulah yang menjadi motivasinya untuk terus bersekolah.

“Saya akan meraih cita-citaku. Saya akan terus bersekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Hingga saya kembali memegang nisan kamu setelah saya menjadi doktor,” janjinya saat itu. Ia merupakan lulusan S3 terbaik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008.

“Harus ada spirit!” tegasnya seraya menitip harapan agar mahasiswa menanamkan spiritnya untuk terus belajar dan berusaha meraih cita-citanya.  “Spirit saya adalah amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar).” Mungkin dari spirit itu, kini ia telah membuahkan hasil yang indah. (Nurfadhilah Bahar--Tabloid edisi ke-89| Agustus 2014)
Data Diri

Nama : Dr Firdaus MA
Tempat Tanggal Lahir : Wajo 20 Februari 1976
Alamat     : Jl. tinumbu, Lr. 149/6a Makassar
Pendidikan :
-    Pesantren As’sadiyah Wajo (1992)
-    Pesantren An Nadlah Makassar (1995)
-    S1 IAIN Alauddin Makassar (1999)
-    S2 IAIN Raden Intan Lampung (2003)
-    S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008)
Pekerjaan :
-    Dosen komunikasi politik UIN Alauddin Makassar
-    Guru pesantren An-Nadlah Makassar
Istri : Khaerun Nisa Harisah SPdI MA
Anak :
-    Malihatul Wajhi
-    Ahmad dahiyah

1 komentar: