Pertemuan Singkat di Tahun Baru
Selamat Datang 2013. ^^ Alhamdulillah, kita masih diberikan umur yang panjang sehingga kita dapat berjumpa dengan tahun 2013 ini. Nah, teman-teman kali ini aq punya postingan cerpen karangan fiksi yang bercerita tentang pertemuan di tahun baru. Dibaca yah. :)
Aku tidak menyangka dapat bertemu diwaktu itu dan berpisah di waktu yang sama pula. Kalian pasti berpikir, aku bertemu dengannya hanya sehari saja. Bukan. Tidak demikian. Tapi, aku bahkan dapat mengenalnya selama setahun. Entahlah. Mungkin sesingkat ini pertemuan kita. Kita tak dapat melawan takdir. Takdir yang mempertemukan, takdir pula yang memisahkan. Kita memang tak sejalan. Tapi, alangkah baiknya jika kita saling mengingat dan membuat kenangan itu tak pernah melebur bersama waktu. Kenangan tentang harapan-harapan yang pernah kita ucapkan. Kenangan tentang melodi-melodi yang kau dendangkan. Hingga kau telah mengubah segalanya. Inilah secuil tentang kisah yang pernah kita jalani bersama.
31 Desember 2011
20.00,
Semua sibuk dengan acara mereka masing-masing. Yah, semua sibuk dengan perayaan malam tahun baru yang sangat berkesan itu. Tapi, aku nampak biasa-biasa saja. Aku lebih memilih berkutat di depan layar laptop dan bermain game kesukaanku. Lalu, apa jadinya jika Mama terus memaksaku untuk keluar menemaninya bermalam tahun baru bersama teman-temannya. Menyaksikan lompatan tahun tepat pada jam 12 malam. Apa yang berubah dengan hanya menyaksikan lompatan yang seperti itu. Tidak menarik!
“Kishi…!” teriak Mama diiringi dengan suara dentuman langkah slop sepatu yang dipakainya. “TAP. TAP. TAP.” Aku berpura-pura tuli, tak mendengar. Aku yakin Mama telah selesai berpakaian dan segera menyeretku ke mobil kemudian berangkat ke acara tahun barunya yang mengesalkan itu. Mama kembali memanggilku. Tapi kali ini dengan suara yang memekakkan telinga hingga aku segera berganti baju dan keluar dari kamar.
“Iya, Ma. Tunggu sebentar, napa sih!” jawabku kesal sambil berceloteh sendirian. Aku benci sifat Mama yang selalu memaksakan kehendaknya terhadapku. Tapi, apa yang harus ku perbuat jika itu adalah permintaan Mama. Aku hanya bisa menurut.
21.00, tempat perayaan tahun baru.,
“Pak,Pak! Ketipak, Ketipung!” suara gendang terdengar nyaring diiringi oleh suara petasan yang meluncur bebas keangkasa. Warna-warninya terciprat kemana-mana. Indah, tapi membosankan menurutku. Sorak-sorai para makhluk-makhluk yang tak satupun ku kenal menambah riuh suasana. Aku tidak suka tempat yang ramai. Benar-benar menyebalkan tempat ini, batinku. Pengen cepat-cepat kabur tanpa ketahuan oleh Mama. Tapi, aku tak sanggup ninggalin Mama sendirian. Ku pasang headset pada telingaku agar tak lagi mendengar keramaian yang membisingkan itu. Sedikit kelegaan yang kurasakan ketika mulai memutar musik dari ponselku.
“Pulang yuk Ma!” pintaku merengek layaknya anak kecil minta digendong. Aku menoleh ke samping. Ternyata Mama sudah tak ada disampingku. “Duh… Mama mana sih! Tiba-tiba ngilang begini. Kebiasaan deh Mama!” aku mendengus kesal sambil celingak-celinguk mencari-cari keberadaan Mama. Tapi, tak kulihat batang hidungnya. Kekesalanku makin bertubi-tubi. Terpaksa aku harus jalan sendiri dan menghilang dari keramaian.
Semua pernak-pernik perhiasan yang terpajang cantik di balik kaca bening itu, tak ada satupun yang menarik perhatianku. Selera ku bukan pada perhiasan itu. Aku bahkan membenci perhiasan. Seleraku bertolak belakang dengan selera Mama. Yah, boleh dibilang aku berpenampilan seperti cowok. Tomboy. Itulah diriku dan tak ada yang berhak melarangku. “Mama bisa memaksaku untuk berbuat apapun, tapi jangan pernah sekalipun memaksaku menjadi wanita feminim yang seperti Mama inginkan!” bentakku suatu ketika Mama menyuruhku memakai pakaian layaknya seorang putri disaat pesta hari ulang tahunku.
Seperti yang kukatakan, tak ada yang menarik perhatianku. Aku terpaksa keluar dari keramaian dan mencari tempat yang sunyi. Walaupun semua tempat tak ada yang kosong, tapi setidaknya aku bisa keluar dari kebisingan yang memekakkan telinga itu. Suara petasan terus meledak. Langkahku terhenti ketika melihat segerombolan anak yang duduk melingkar. Tapi, yang kulihat bukan api unggun yang terletak dipusat lingkaran itu, melaikan seorang pemuda yang sedang memetik senar gitarnya hingga membuat sekumpulan anak-anak itu bernyanyi dengan iringan musik yang mengalun indah. Inilah yang menarik perhatianku. Aku terus memperhatikannya dari kejauhan.
Aku tahu bahwa anak-anak itu adalah para pengamen atau gelandangan yang berkumpul menjadi satu. Aku senang dengan kegiatan yang seperti ini. Merayakan tahun baru tanpa harus mengeluarkan uang sepersenpun. Berkumpul dan bernyanyi bersama teman-teman adalah hal yang menyenangkan, bukan? Tapi, siapakah pemuda yang mngiringi lagu mereka? Pakaiannya bagus, memakai topi, memakai kacamata, berbaju kaos lengan pendek, dan tak dapat disimpulkan bahwa ia seorang pengamen atau gelandangan sekalipun. Yah, dia bukan seorang pengamen.
Kulepaskan headset yang dari tadi bertengger ditelingaku. Kusandarkan kedua tanganku pada pagar besi dihadapanku dan terus menyaksikan pemuda itu memainkan gitarnya. Jarakku tak jauh dari tempat mereka sehingga jelas terlihat dan terdengar alunan musiknya. Musik yang indah sehingga mampu menghipnotis jauh kedalam lubuk hatiku. Ku pejamkan mata dan mendegarkan melodi-melodi indah itu. Semakin lama musik itu semakin jelas terdengar. Semakin jelas dan semakin mendekat. Perlahan kubuka mataku, tepat dihadapanku seorang pemuda bertopi itu melantunkan lagunya.
“Hai” sapanya padaku sambil melambaikan tangan. Wajahnya manis..
“Hai.” balasku.
“Aku tahu kamu lagi menikmati laguku kan?”
“Ya. Tentu saja. Semua orang yang mendengarnya pasti akan menikmati lagumu. Seperti layaknya anak-anak itu,” wajahku menoleh pada sekumpulan anak-anak yang sedang menyaksikan percakapanku pada pria ini.
“Oh, iya. Perkenalkan, nama saya Joni,” tangan kanannya terulur kearahku sedangkan tangan kirinya masih memegang gitar coklatnya itu.
“Kishi,” jawabku menerima uluran tangannya. “ Apa yang kamu lakukan bersama anak-anak jalanan itu. Apakah mereka temanmu?”
“Yah, mereka teman-temanku. Aku baru saja berkenalan dengan mereka. Bukankah anak jalanan juga butuh hiburan di tahun baru. Iya kan?”
“Benar juga.” Aku benar-benar kagum dengan sosok pria ini. Menyempatkan waktu dengan menghibur anak jalanan itu.
“Kamu mau berkenalan dengannya?” tanya nya kepadaku.
“Boleh.” Aku mengikuti langkahnya. Hingga di tempat itulah aku merasa tenang dan damai. Aku merasakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Bercanda, Bernyanyi, bercerita, dan tertawa membuatku sadar betapa menyenangkan hidup ini. Melihat anak-anak jalanan dengan berbagai macam keadaan yang mereka alami. Kehilangan orang-orang yang disayangi, tapi masih bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Benar-benar luar biasa orang-orang yang berada disekitarku ini.
Disinilah aku mulai mengenalmu. Mengenal tingkahmu, senyummu, dan tawamu. Suara petasan yang semakin menderu-deru mengagetkanku. Kulirik jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 12.
“Semoga harapan-harapan kamu di tahun 2012 ini dapat terwujud.” Bisik Joni kepadaku. Aku tersenyum memberikan anggukan terima kasih padanya. Engkau tahu, salah satu harapanku ialah aku dapat selalu bersamamu sampai kapanpun.batinku. Semoga ia dapat mendengarnya.
Kebersamaan di tahun 2012,
Awal 2012. Kau mengajarkanku untuk memulai hidup baru, membuka lembaran-lembaran baru dan membersihkan lembaran-lembaran lama yang telah kotor di tempa butiran-butiran debu. Memang bukan hal mudah bagiku untuk melakukan semua itu. Mengubah diri menjadi lebih baik.
Aku senang menghabiskan waktuku bersamamu. Selalu ku ingat ketika kau bernyanyi sambil memetik senar gitarmu sementara aku membawa sebuah bungkusan kecil untuk menampung uang recehan. Ya ! Kita mengamen bukan untuk diri sendiri. Tapi untuk teman-teman kita.
31 Desember 2012,
Hari-hari itu kita lalui bersama. Berbulan-bulan lamanya hingga kau yang membuatku nampak berubah. Benar-benar berubah. Kembali kepada pertemuan kita setahun lalu. Selama ini aku mengenalmu, tapi kau tetap sama. Kau tetap menyenangkan. Aku merasakan sesuatu yang beda jika kau dekat denganku. Entahlah, perasaan apa itu. Aku enggan untuk berterus terang.
23.50, tempat perayaan tahun baru,
Menjelang tahun 2013
Aku bersyukur, bisa melakukan ini lagi untuk yang kedua kalinya. Berkumpul dan bernyanyi bersama teman-teman baru. Aku tak ingin melewatkan hari bahagia ini.
“Kau tampak lebih anggun dari sebelumnya di waktu pertama kali aku mengenalmu,” bisiknya lalu tersenyum padaku.
“Kau yang mengajariku segalanya, Joni. Terima kasih untuk semuanya. Aku tidak menyangka dengan perubahan yang terjadi padaku.”
“Sama-sama. Kau tahu, banyak sekali kenangan yang kita lalui bersama selama setahun ini. Aku senang dapat mengenalmu,” katanya, menatap kelangit menyaksikan kerlap-kerlip bintang disusul dengan cahaya petasan api yang meledak indah. Aku tersipu mendengar ungkapan Joni.
“Kishi, malam ini aku ingin mengatakan sesuatu kepada kamu. Ku rasa kau harus mendengarnya.”
“Katakan saja.” Ucapku.
“Aku menyukaimu. Aku mencintaimu semenjak aku mengenalmu. Aku bahagia bila bersama mu.” Sungguh, mendengar pengakuan itu, jantungku berdegup kencang. Hingga aku tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Aku juga ingin mengeluarkan kalimat yang sama. Akan tetapi, bibirku bagai diolesi lem.
“Kamu, kamu benar menyukaiku?” tanyaku terbata-bata. Ia menjawab dengan anggukan yang tulus.
“Tapi, aku tak memerlukan jawaban. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintai mu. Karena kau, tak mungkin ku miliki.”
“Apa maksudmu?”
“Inilah akhir kebersamaan kita, Kishi. Aku harus pergi meninggalkan negeri ini. Aku tidak janji akan kembali. Karena aku akan membuka lembaran kehidupan yang baru di negeri orang. Entahlah. Mungkin sesingkat ini pertemuan kita. Kita tak dapat melawan takdir. Takdir yang mempertemukan, takdir pula yang memisahkan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kau percaya itu kan?” aku tak dapat berkutik sama sekali. Wajahku tertunduk dan basah oleh air mata. Tapi, kau mampu menenangkanku. Kau meminjamkan bahu kiri mu sebagai sandaran kepalaku. “Semoga kau bahagia, Joni.” ucapku lirih.
Welcome, 2013 and good bye 2012,
Thank you so much, Joni. Tak ada lagi yang dapat kukatakan selain rasa terima kasih. Kau tahu, harapanku di tahun 2013 ini? Semoga aku dapat berjumpa lagi denganmu. Yah, denganmu Joni. Bukan dengan yang lain. Mari sambut tahun 2013 dengan senyuman terindahmu, hingga membiaskan pelangi di wajah kita.
****
Written by : Nurfadhilah Bahar.
Gowa, 31 Desember 2012
*
Aku tidak menyangka dapat bertemu diwaktu itu dan berpisah di waktu yang sama pula. Kalian pasti berpikir, aku bertemu dengannya hanya sehari saja. Bukan. Tidak demikian. Tapi, aku bahkan dapat mengenalnya selama setahun. Entahlah. Mungkin sesingkat ini pertemuan kita. Kita tak dapat melawan takdir. Takdir yang mempertemukan, takdir pula yang memisahkan. Kita memang tak sejalan. Tapi, alangkah baiknya jika kita saling mengingat dan membuat kenangan itu tak pernah melebur bersama waktu. Kenangan tentang harapan-harapan yang pernah kita ucapkan. Kenangan tentang melodi-melodi yang kau dendangkan. Hingga kau telah mengubah segalanya. Inilah secuil tentang kisah yang pernah kita jalani bersama.
31 Desember 2011
20.00,
Semua sibuk dengan acara mereka masing-masing. Yah, semua sibuk dengan perayaan malam tahun baru yang sangat berkesan itu. Tapi, aku nampak biasa-biasa saja. Aku lebih memilih berkutat di depan layar laptop dan bermain game kesukaanku. Lalu, apa jadinya jika Mama terus memaksaku untuk keluar menemaninya bermalam tahun baru bersama teman-temannya. Menyaksikan lompatan tahun tepat pada jam 12 malam. Apa yang berubah dengan hanya menyaksikan lompatan yang seperti itu. Tidak menarik!
“Kishi…!” teriak Mama diiringi dengan suara dentuman langkah slop sepatu yang dipakainya. “TAP. TAP. TAP.” Aku berpura-pura tuli, tak mendengar. Aku yakin Mama telah selesai berpakaian dan segera menyeretku ke mobil kemudian berangkat ke acara tahun barunya yang mengesalkan itu. Mama kembali memanggilku. Tapi kali ini dengan suara yang memekakkan telinga hingga aku segera berganti baju dan keluar dari kamar.
“Iya, Ma. Tunggu sebentar, napa sih!” jawabku kesal sambil berceloteh sendirian. Aku benci sifat Mama yang selalu memaksakan kehendaknya terhadapku. Tapi, apa yang harus ku perbuat jika itu adalah permintaan Mama. Aku hanya bisa menurut.
21.00, tempat perayaan tahun baru.,
“Pak,Pak! Ketipak, Ketipung!” suara gendang terdengar nyaring diiringi oleh suara petasan yang meluncur bebas keangkasa. Warna-warninya terciprat kemana-mana. Indah, tapi membosankan menurutku. Sorak-sorai para makhluk-makhluk yang tak satupun ku kenal menambah riuh suasana. Aku tidak suka tempat yang ramai. Benar-benar menyebalkan tempat ini, batinku. Pengen cepat-cepat kabur tanpa ketahuan oleh Mama. Tapi, aku tak sanggup ninggalin Mama sendirian. Ku pasang headset pada telingaku agar tak lagi mendengar keramaian yang membisingkan itu. Sedikit kelegaan yang kurasakan ketika mulai memutar musik dari ponselku.
“Pulang yuk Ma!” pintaku merengek layaknya anak kecil minta digendong. Aku menoleh ke samping. Ternyata Mama sudah tak ada disampingku. “Duh… Mama mana sih! Tiba-tiba ngilang begini. Kebiasaan deh Mama!” aku mendengus kesal sambil celingak-celinguk mencari-cari keberadaan Mama. Tapi, tak kulihat batang hidungnya. Kekesalanku makin bertubi-tubi. Terpaksa aku harus jalan sendiri dan menghilang dari keramaian.
Semua pernak-pernik perhiasan yang terpajang cantik di balik kaca bening itu, tak ada satupun yang menarik perhatianku. Selera ku bukan pada perhiasan itu. Aku bahkan membenci perhiasan. Seleraku bertolak belakang dengan selera Mama. Yah, boleh dibilang aku berpenampilan seperti cowok. Tomboy. Itulah diriku dan tak ada yang berhak melarangku. “Mama bisa memaksaku untuk berbuat apapun, tapi jangan pernah sekalipun memaksaku menjadi wanita feminim yang seperti Mama inginkan!” bentakku suatu ketika Mama menyuruhku memakai pakaian layaknya seorang putri disaat pesta hari ulang tahunku.
Seperti yang kukatakan, tak ada yang menarik perhatianku. Aku terpaksa keluar dari keramaian dan mencari tempat yang sunyi. Walaupun semua tempat tak ada yang kosong, tapi setidaknya aku bisa keluar dari kebisingan yang memekakkan telinga itu. Suara petasan terus meledak. Langkahku terhenti ketika melihat segerombolan anak yang duduk melingkar. Tapi, yang kulihat bukan api unggun yang terletak dipusat lingkaran itu, melaikan seorang pemuda yang sedang memetik senar gitarnya hingga membuat sekumpulan anak-anak itu bernyanyi dengan iringan musik yang mengalun indah. Inilah yang menarik perhatianku. Aku terus memperhatikannya dari kejauhan.
Aku tahu bahwa anak-anak itu adalah para pengamen atau gelandangan yang berkumpul menjadi satu. Aku senang dengan kegiatan yang seperti ini. Merayakan tahun baru tanpa harus mengeluarkan uang sepersenpun. Berkumpul dan bernyanyi bersama teman-teman adalah hal yang menyenangkan, bukan? Tapi, siapakah pemuda yang mngiringi lagu mereka? Pakaiannya bagus, memakai topi, memakai kacamata, berbaju kaos lengan pendek, dan tak dapat disimpulkan bahwa ia seorang pengamen atau gelandangan sekalipun. Yah, dia bukan seorang pengamen.
Kulepaskan headset yang dari tadi bertengger ditelingaku. Kusandarkan kedua tanganku pada pagar besi dihadapanku dan terus menyaksikan pemuda itu memainkan gitarnya. Jarakku tak jauh dari tempat mereka sehingga jelas terlihat dan terdengar alunan musiknya. Musik yang indah sehingga mampu menghipnotis jauh kedalam lubuk hatiku. Ku pejamkan mata dan mendegarkan melodi-melodi indah itu. Semakin lama musik itu semakin jelas terdengar. Semakin jelas dan semakin mendekat. Perlahan kubuka mataku, tepat dihadapanku seorang pemuda bertopi itu melantunkan lagunya.
“Hai” sapanya padaku sambil melambaikan tangan. Wajahnya manis..
“Hai.” balasku.
“Aku tahu kamu lagi menikmati laguku kan?”
“Ya. Tentu saja. Semua orang yang mendengarnya pasti akan menikmati lagumu. Seperti layaknya anak-anak itu,” wajahku menoleh pada sekumpulan anak-anak yang sedang menyaksikan percakapanku pada pria ini.
“Oh, iya. Perkenalkan, nama saya Joni,” tangan kanannya terulur kearahku sedangkan tangan kirinya masih memegang gitar coklatnya itu.
“Kishi,” jawabku menerima uluran tangannya. “ Apa yang kamu lakukan bersama anak-anak jalanan itu. Apakah mereka temanmu?”
“Yah, mereka teman-temanku. Aku baru saja berkenalan dengan mereka. Bukankah anak jalanan juga butuh hiburan di tahun baru. Iya kan?”
“Benar juga.” Aku benar-benar kagum dengan sosok pria ini. Menyempatkan waktu dengan menghibur anak jalanan itu.
“Kamu mau berkenalan dengannya?” tanya nya kepadaku.
“Boleh.” Aku mengikuti langkahnya. Hingga di tempat itulah aku merasa tenang dan damai. Aku merasakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Bercanda, Bernyanyi, bercerita, dan tertawa membuatku sadar betapa menyenangkan hidup ini. Melihat anak-anak jalanan dengan berbagai macam keadaan yang mereka alami. Kehilangan orang-orang yang disayangi, tapi masih bisa tersenyum dan bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Benar-benar luar biasa orang-orang yang berada disekitarku ini.
Disinilah aku mulai mengenalmu. Mengenal tingkahmu, senyummu, dan tawamu. Suara petasan yang semakin menderu-deru mengagetkanku. Kulirik jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 12.
“Semoga harapan-harapan kamu di tahun 2012 ini dapat terwujud.” Bisik Joni kepadaku. Aku tersenyum memberikan anggukan terima kasih padanya. Engkau tahu, salah satu harapanku ialah aku dapat selalu bersamamu sampai kapanpun.batinku. Semoga ia dapat mendengarnya.
Kebersamaan di tahun 2012,
Awal 2012. Kau mengajarkanku untuk memulai hidup baru, membuka lembaran-lembaran baru dan membersihkan lembaran-lembaran lama yang telah kotor di tempa butiran-butiran debu. Memang bukan hal mudah bagiku untuk melakukan semua itu. Mengubah diri menjadi lebih baik.
Aku senang menghabiskan waktuku bersamamu. Selalu ku ingat ketika kau bernyanyi sambil memetik senar gitarmu sementara aku membawa sebuah bungkusan kecil untuk menampung uang recehan. Ya ! Kita mengamen bukan untuk diri sendiri. Tapi untuk teman-teman kita.
31 Desember 2012,
Hari-hari itu kita lalui bersama. Berbulan-bulan lamanya hingga kau yang membuatku nampak berubah. Benar-benar berubah. Kembali kepada pertemuan kita setahun lalu. Selama ini aku mengenalmu, tapi kau tetap sama. Kau tetap menyenangkan. Aku merasakan sesuatu yang beda jika kau dekat denganku. Entahlah, perasaan apa itu. Aku enggan untuk berterus terang.
23.50, tempat perayaan tahun baru,
Menjelang tahun 2013
Aku bersyukur, bisa melakukan ini lagi untuk yang kedua kalinya. Berkumpul dan bernyanyi bersama teman-teman baru. Aku tak ingin melewatkan hari bahagia ini.
“Kau tampak lebih anggun dari sebelumnya di waktu pertama kali aku mengenalmu,” bisiknya lalu tersenyum padaku.
“Kau yang mengajariku segalanya, Joni. Terima kasih untuk semuanya. Aku tidak menyangka dengan perubahan yang terjadi padaku.”
“Sama-sama. Kau tahu, banyak sekali kenangan yang kita lalui bersama selama setahun ini. Aku senang dapat mengenalmu,” katanya, menatap kelangit menyaksikan kerlap-kerlip bintang disusul dengan cahaya petasan api yang meledak indah. Aku tersipu mendengar ungkapan Joni.
“Kishi, malam ini aku ingin mengatakan sesuatu kepada kamu. Ku rasa kau harus mendengarnya.”
“Katakan saja.” Ucapku.
“Aku menyukaimu. Aku mencintaimu semenjak aku mengenalmu. Aku bahagia bila bersama mu.” Sungguh, mendengar pengakuan itu, jantungku berdegup kencang. Hingga aku tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Aku juga ingin mengeluarkan kalimat yang sama. Akan tetapi, bibirku bagai diolesi lem.
“Kamu, kamu benar menyukaiku?” tanyaku terbata-bata. Ia menjawab dengan anggukan yang tulus.
“Tapi, aku tak memerlukan jawaban. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintai mu. Karena kau, tak mungkin ku miliki.”
“Apa maksudmu?”
“Inilah akhir kebersamaan kita, Kishi. Aku harus pergi meninggalkan negeri ini. Aku tidak janji akan kembali. Karena aku akan membuka lembaran kehidupan yang baru di negeri orang. Entahlah. Mungkin sesingkat ini pertemuan kita. Kita tak dapat melawan takdir. Takdir yang mempertemukan, takdir pula yang memisahkan. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kau percaya itu kan?” aku tak dapat berkutik sama sekali. Wajahku tertunduk dan basah oleh air mata. Tapi, kau mampu menenangkanku. Kau meminjamkan bahu kiri mu sebagai sandaran kepalaku. “Semoga kau bahagia, Joni.” ucapku lirih.
Welcome, 2013 and good bye 2012,
Thank you so much, Joni. Tak ada lagi yang dapat kukatakan selain rasa terima kasih. Kau tahu, harapanku di tahun 2013 ini? Semoga aku dapat berjumpa lagi denganmu. Yah, denganmu Joni. Bukan dengan yang lain. Mari sambut tahun 2013 dengan senyuman terindahmu, hingga membiaskan pelangi di wajah kita.
****
Written by : Nurfadhilah Bahar.
Gowa, 31 Desember 2012
0 komentar: