Afgan Idamanku
By: Nurfadhilah Bahar
Aku tak sanggup melihat wajahnya
yang sungguh memesona. Rambutnya sedikit gondrong dan ikal. Kulitnya yang
kecokelatan dan memakai kacamata. Lesung pipit yang menggairahkan. Benar-benar tipe cowok yang ku idam-idamkan. Gayanya yang
keren mirip artis beken. Afgan. Ya, aku sering menyebutnya Afgan semenjak aku
belum kenal namanya. Walaupun saat ini aku sudah tahu namanya yang asli, aku
akan tetap menyebutnya Afgan. Karena wajahnya
selalu mengalihkan duniaku.
***
Handphone ku bergetar. Aku mendelik ketika sedang asyik masyuk larut ke dalam novel yang saat ini menemaniku. Bagiku, tak ada yang menyenangkan ketika membaca SMS. Tak perlu berdebat, karena selalu ku tebak bahwa SMS yang masuk ke handphone-ku hanya beberapa info-info dari ketua tingkat tentang agenda mata kuliah, atau SMS dari operator TELKOMSEL, atau nomor-nomor nyasar yang minta pulsa. Akhh,, mengganggu rutinitasku saja. Tapi, aku tak segampang itu membuang rasa penasaran untuk segera mengabaikan pesan yang tertera di layar Hp. Ku coba memencet tombol dan membaca pesan itu.
Dari
: 089xxxxx
Hai, kmu Ray kan? Anak jurusan Fisika?
Nah,
SMS yang seperti ini yang ku tunggu-tunggu. Ternyata, ada juga yang mengenalku
tanpa aku mengenalinya. Bukannya aku Geer sih, tapi fans aku akhir-akhir ini
nggak bisa di hitung. Boleh di bilang, teman aku yang cewek juga sering menyapa
aku saat aku berpapasan dengannya. Tanpa berpikir panjang, aku segera
mengutak-atik tombol huruf dan segera mengirim pesan.
Iya. Maaf, ini siapa?
Terkirim
: 089xxxxx
Sambil menunggu balasan darinya, aku
melanjutkan membaca novel yang ceritanya sudah ada pada konflik yang paling
puncak. Tak berselang lama, Hp ku bergetar lagi membuat konsentrasi ku buyar.
Aku pun menutup rapat novel dan meletakkannya di rak buku.
Dari
: 089xxxxx
Ma2f, ganggu. Aku Aga.
“Apa?
Aga? Tapi, ini Aga siapa yah?” Batinku.
Aku berhenti sejenak. Berpikir siapa sebenarnya yang memberi aku pesan
singkat ini. Aku memutar otak. Sejauh ini, di kampus aku tak mengenal nama Aga.
Kenalan lama pun tak punya.
Tapi
aku punya satu nama yang sampai saat ini mencoba menarik-narik perasaanku. Aga,
Fakultas yang sama denganku, tapi jurusan yang berbeda. Walaupun dia mungkin
tidak mengenal ku, karena aku adalah pengagum rahasianya. Ah, tidak mungkin.
Dia sama sekali tidak mengenalku. Hanya aku yang sering mencuri-curi pandang
untuk melihat wajahnya yang manis. Ku harap dia benar-benar Afgan.
Maaf. Ini Aga siapa ya?
Terkirim
: 089xxxxx
Drrrtttt!
Dari
: 089xxxxx
Gue Aga Hermawan. Jurusan Kimia,
semester lima. Kenal nggak?
“What?” Aku mendelik tak percaya.
Dugaanku benar. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, kebat-kebit deh
pokoknya. Tapi, apakah ini benar-benar Afgan ku yang manis? Mana mungkin Ia
bisa tahu nomor Handphone aku? Atau jangan-jangan ada yang berani ngerjain aku?
Beribu tanda tanya yang berbenih akhirnya tumbuh merambah di otakku. Aku tak
akan sepenuhnya percaya. Tapi, yang tahu kalau aku suka sama Afgan itu hanya
beberapa teman dekatku saja. Aku segera membalasnya. Tak tik tuk.
Maaf ya, aq gak kenal. Tau dari mana
nama dan nomor Hp ku?
Terkirim : 089xxxxx
Terpaksa
aku berbohong. Aku tak segampang itu bisa mempercayai kata orang, apalagi hanya
mengobrol lewat SMS, bisa saja yang kita harapkan tak seperti yang kita duga.
Drrrtttt!
Gue sering ngeliat elo kok. Lu Ray
kan? Ya, Karna lu gak kenal gue, bsok kta ketemu di lobi fakultas jam 10. Oke?
Sungguh!
Jantungku tak berhenti berdetak kencang. Malah lebih parah. Aku segera meraih
bantal guling dan memeluknya sambil senyum-senyum sendirian. Menatap cermin
dengan tatapan malu-malu dan loncat-loncat. Ada perasaan aneh yang saat ini
kurasakan. Bahagia. Sangat Bahagia. Apakah mungkin itu adalah Aga Hermawan,
yang selama ini aku kagumi ketampanannya? Kalau memang ada yang sedang ngerjain
aku, tidak mungkin ia mengajakku ketemuan. Hal yang tak pernah kubayangkan
sebelumnya. Apa aku sanggup menatap wajahnya saat aku berhadapan dengannya?
***
Pagi ini aku ada kelas di lantai
empat. Setelah kuliah, aku begitu antusias tak sabar ingin bertemu dengannya.
Ku lirik jam tanganku, menandakan pukul sepuluh lewat. Hp ku bergetar. SMS
darinya, “Lagi dimana? Gue udah ada di lobi.”
“Gue segera kesana,” balasku.
Dengan
perasaan yang deg-degan, aku berlari kecil menuruni tangga menuju lantai satu.
Benar, dia sedang berdiri menungguku. Oh My God, lagi-lagi jantungku bergetar
hebat, sangat hebat. Aku tak dapat menenangkan jantungku agar kembali normal.
Apa aku sanggup menatap wajahnya? Lagi-lagi pertanyaan itu membuatku tidak Pede
bertemu dengannya.
Aku melihatnya dari belakang. Ia
sedang berdiri bersandar di tembok sambil mengutak-atik handphone-nya.
Guileee,, cakep bener tuh cowok. Wajahnya yang hitam manis, berkacamata,
rambutnya yang lebat, dan berkumis tipis. Hatiku mulai panas. Seperti biasa
berdebar tak keruan. Memperbaiki posisi jilbab yang miring kiri kanan dan
mencoba menyapanya.
Ia menoleh. Tersenyum manis membuat
jantungku nyaris copot. Kakiku terasa lemas dan loyo.
“Kenalin, gue Aga,” sapanya
mengulurkan tangan. Aku membalas uluran itu dengan tangan bergetar menahan rasa
bahagia.
“Gue Ray.” Aku menggigit bibir.
Tersenyum.
Perkenalan itu singkat saja. Kita
pun tak banyak bicara. Dia yang selalu bertanya tentang diriku. Menanyakan
tempat tinggalku, hobby-ku, dan pertanyaan yang membuatku ingin lompat-lompat
adalah apa lu udah punya pacar?
Bagaimana aku bisa banyak bicara jikalau diri ini terkungkung oleh rasa malu
lantaran berhadapan dengannya. Pipi merah merona ketika mendapatkan senyumnya.
***
“Lo sekarang udah percaya kan kalau
Afgan itu suka sama gue? Iya kan? Ternyata feeling
gue nggak salah,” ujarku ke Keke sambil senyum-senyum sendirian. Keke yang
sedang asyik masyuk membaca buku melirikku sejenak dan kembali membaca bukunya.
“Afgan itu malah tambah cakep loh
diliatin dari jarak deket.”
“Namanya bukan Afgan. Aga!” celetuk
Keke mulai sebel dengan tingkah gila ku.
“Bodoh amat. Bagi gue dia tetap
Afgan. Walau tak sepenuhnya dia mirip sih! Malah Afgan palsu lebih cakep dari
yang asli.” Keke menimpuk gue dengan sapu tangan bekas ingusnya.
“Iyuh… Jorok banget sih lu!” Sambil
melempar kembali sapu tangan ke arahnya.
Keke tertawa dan menutup bukunya.
“Lo beruntung ya Ray. Cinta lo nggak
bertepuk sebelah tangan. Lah, gue… Dilirik sama cowok idaman gue aja nggak
pernah.” Keke mengambil bantal dan memeluknya.
“Jangan berkecil hati gitu dong, Ke.
Gue yakin lo bisa dapat yang lebih baik dari si Farhan itu. Buat apa sih lo
pertahankan dia yang tak pernah sekali pun mencintai lo?” Kasihan juga
sahabatku yang satu ini. Sejak lama ia menaruh hati pada lelaki yang telah
menjadi milik orang lain. Ironis banget yah kisah percintaannya.
“Gue udah berusaha ngelupain dia.
Mengingat-ingat kelakuan buruk dia agar gue bisa ilfil. Tapi, itu malah buat
gue makin cinta padanya, Ray. Apa yang harus gue lakuin?” rengek Keke.
Tunggu dulu! Mengapa malah Keke yang
jadi curhat tentang perasaannya? Tadinya kan aku yang harus curhat tentang
kebahagiaanku kemarin bertemu Afgan palsu. Tapi tak apalah. Itulah gunanya
persahabatan, saling curhat satu sama lain.
“Cari penggantinya, Keke. Kan udah
gue bilang berkali-kali. Lu harus cari cowok yang lebih keren dari dia. Farhan
tuh benar-benar resek. Udah tahu lo naksir dia, eh dia malah menghindar.”
“Nggak ah! Gue udah nyerah. Gua udah
pernah coba cara itu. Tetap saja cinta gue bertepuk sebelah tangan.”
“Ya ampun.. Come-on,
guys! Lo jangan putus asa gitu dong.
Gue yakin lo pasti bakal dapat yang berbaik. Jangan pesimislah…”
“Basi kata-kata lo, Ray! Udah
Sembilan belas tahun gue hidup di dunia ini. Selama ini gue belum pernah
mengalami namanya jatuh cinta yang sesungguhnya. Selama itu pula gue sendiri
tanpa pernah mengalami rasa yang pernah lu rasain ke cowok. Dan saat gue mulai
ngerasain jatuh cinta itu Ray…. sungguh sakiiitt rasanya jika cinta itu hanya
dirasakan oleh diri kita sendiri.” Keke menatap jendela kamar dibelakangku.
Nelangsa. Hiks…
Aku tak tahu harus ngomong apa lagi.
Tak ada kata yang mampu kuucapkan mendengar kegetiran hatinya. Aku juga pernah
merasakan apa yang pernah dirasakan olehnya. Dan memang itu sangat menyakitkan
sekali.
“Sepertinya, gue bakal ngerasa sepi
selamanya, Ray. Selamanya…” Gue menetapnya prihatin dan mengelus bahunya.
Memberi isyarat bahwa jodoh pasti bertemu.
***
Malam ini aku dapat SMS dari Afgan
alias Aga. Aku senang bukan main. Tingkahku di belakangnya seperti anak-anak
ABG yang baru jatuh cinta. Aku sudah menjomblo selama dua tahun setelah aku
merasakan sakitnya di sakiti. Saat itu aku tak pernah lagi percaya pada lelaki
manapun. Aku yakin semua lelaki itu memiliki tabiat yang sama. Selama dua tahun
itu aku menolak cinta cowok-cowok sinting gila miring yang hanya melihatku dari
penampilan fisik saja. Dan selama dua tahun itu pula tak satu pun cowok yang
menarik perhatianku. Tapi mengapa dengan Aga ini beda? Ia menemukan kunci dan
membuka pintu hatiku yang tertutup rapat.
Satu yang kusuka dari cowok yang
satu ini. Ia tak suka berbasa-basi. Aga tidak banyak bertanya tentang hal-hal
yang sering di-kepoin cowok-cowok. Lagi
ngapain?, udah makan belon?, udah tidur belon? dan bla…bla..bla... Ah, ini
hanya pertanyaan basa-basi. Sok perhatian. Emang nggak ada pertanyaan lain apa!
Misal, “kalau habis makan, udah pup
belon?” *Plak!
Oke
fix! Aga ngajak aku dinner malam minggu. Lo tahu kan gimana hati ini? Senanglah! Aku milih baju yang oke
menurut versiku, dengan gaya super lente menjelang ia jemput pas depan toilet,
eh maksud ku depan pagar rumah.
Suara klakson motornya membuatku
riang. Kalau di sinetron-sinetron biasanya memakai mobil Honda Jazz, tapi si
Aga hanya pakai motor, itu pun butut banget. Tenang, Afgan-ku. Gue nggak bakal nuntut buat ganti motor butut lu,
kok. Gue bukan cewek matre seperti kebanyakan cewek lainnya.
Aku diboncengin Aga seperti ngerasa
di bonceng sama Afgan beneran. Mulai dari kacamatanya, lesung pipitnya yang
dalem bin ajaib, gaya rambutnya yang lebat kalaupun banyak ketombenya kagak
ape-ape deh, dan pakaiannya yang modis tak ketinggalan jaman. Pokoknya malam
ini indaahh banget. Serasa dunia milik kami bertiga: aku, Aga, dan motor
bututnya.
Sekarang motor butut Aga berhenti.
Hati ku mulai ciut. Di dalam benakku selama tadi diboncengin Aga,
terbayang-bayang masakan restoran yang mematuk-matuk hidung karena harga dan
baunya yang menggairahkan. Dengan lilin-lilin yang menerangi meja makan kita.
Fiuh, tempat yang romantis. Ternyata itu semua salah tiga ratus enam puluh
derajat. Motor butut Aga tepat berhenti di depan gerobak soto Ayam milik Bang
Toyyib.
“Nggak apa-apa kan kita makan di
tempat ini?”
“Iya… nggak apa-apa kok, Kak.” Aku tersenyum
walaupun sangat terpaksa. Sejujurnya, hal ini membuatku kecewa. Tapi tak apa, gue kan udah bilang gue bukan cewek matre!
”Ray, gue mau ngomong sesuatu ke
elo.” Ia menatapku sambil tersenyum lebar.
Aku mengangguk cepat, tanpa
basa-basi. Aku yakin dia akan mengatakan kalau dia suka sama aku. Dan memintaku
untuk menjadi pacarnya. Walaupun tempat ini tak seromantis yang ku kira.
Takutnya Bang Toyyib dengar percakapan romantis kita. Jadi malukan jadinya… Pulang aja deh Bang Toyyib, di tungguin sama
istri dan anak lu tuh!
“Dari awal gue udah tahu kalau lo
benar-benar baik dan begitu sempurna di mata banyak pria.” Widihh,,
kata-katanya bikin perut gue langsung mules.
“Tapi
gue nggak bisa nutupin perasaan ini, Ray. Gue mau bilang… Eng…. kalau gue suka
sama temen lo, Keke!”
Glek!
Aku mematung. Seakan yang kumakan tertinggal di kerongkonganku. Cepat-cepat ku
telan.
Apa gue nggak salah
dengar?
“Gue sebenarnya juga suka sama kamu.
Tapi, lo tahu kan sahabat gue, Farhan? Dia itu udah lama naksir lo, Ray. Itu
sebabnya gue harus mundur dan memilih Keke sebagai gantinya.”
“Farhan? Bukannya Farhan udah punya
pacar?”
Aga tertawa. Ia menggelengkan
kepalanya.
“Dia itu berpura-pura punya pacar,
Ray. Agar ia tidak menjadi rebutan cewek-cewek di kampus. Hanya elo yang ada di
hatinya.”
Oh Tuhan… Mengapa harus seperti ini?
Cinta apakah ini namanya? Cinta segi empat? Ah! Aku nggak ngerti… Aku pikir ini
keliru. Benar-benar keliru. Bener-bener resek!
Kalau memang apa yang diucapkan Aga
benar, apa aku harus merelakannya dan menerima Farhan sang pujaan Keke?
Oke fix! Gue nggak akan menerima
siapa pun. Semua cowok benar-benar resek!! Terpaksa harus ngejomblo lagi deh..
Hiks…
***
0 komentar: